Bagi sebagian orang, dunia sastra memang terlihat
absurd. Apalagi ketika sastra sudah beralih terlalu dalam pembahasannya, hal
demikian membuat orang materialis mulai enggan menanggapinya. Perkembangan sastra
khususnya di timur, secara tidak langsung telah menggeser skopnya menjadi romantisme
dan materalisme. Hal itu bisa dirasakan ketika novel bergenre fiksi dan roman
sangat laku keras di pasaran toko buku Indonesia dari pada novel yang
berjeniskan ideologis, agama dan sejenisnya. Memang, dunia materalis lebih
memilih kemapanan budaya, sastra, bahasa, agama, sosial, ekonomi dan lainya. Namun
bagi sastrawan Timur Arab seperti Adonis melihat sastra lebih dari itu. Bagi Adonis,
sastra bukanlah kemapanan. Menurutnya, perkembangan
sastra seringkali berkolaborasi dengan kemapanan sosial, agama, kekuasaan dan
uang. Bisa dikatakan kritik sastra Adonis sangat berkontribusi terhadap
pemikiran Sastra Arab-Muslim saat ini. Namun siapa sebetulnya Adonis sang
kritikus itu? Dari mana dia berasal? Apa pengaruhnya terhadap dunia sastra? Di bawah
ini selayang pandang perjalanan Adonis sang kritkus sastra arab-muslim.
Adonis merupakan penyair Arab yang paling berpengaruh
di abad ke-20. Karya sastra modernisnya sangat berpengaruh terhadap dampak budaya
Arab. Terjemahannya dari bahasa Perancis ke dalam bahasa Arab dan sebaliknya, merupakan
edisi kritis terhadap karya penyair lain. Konstibusi Adonis bagi sastra arab,
dilakukannya sekitar setengah abad. Dalam perjalannya, kehadiran serta produktifitas
karyanya dalam dunia sastra Internasional membuat Adonis pernah dua kali
menjadi finalis hadiah Nobel. Saat kecil, ayahnya memerintahkan Adonis untuk menghapal
pelajaran agama dan puisi klasik, dengan cepat Adonis hapal. Ketika berumur tiga
belas tahun, Presiden terpesona akan puisi Adonis, dan dia dianugrahi oleh
seorang Presiden baru Syiria dengan beasiswa untuk mendalami syair yang pernah
dibacakannya. Sekitar tahun 1944, Sang Presiden mengirim Adonis ke sekolah
Perancis di Kota Tartus. Adonis yang cerdas melompati tingkat-tingkat kelas. Ia
menyelesaikan studi di bidang hukum dan filsafat di Universitas Damaskus, dan
sempat belajar di Perancis. Tahun 1973, ia memperoleh PhD dalam Sastra Arab
dari Universitas St Joseph di Beirut. Karyanya
terkenalnya dimulai dalam bahasa Perancis, meskipun ia terus menulis dalam
bahasa Arab. Puisi pertamanya muncul di media cetak (1947) berada di bawah Nom
de Plume.
Nama Adonis
sendiri sebetulnya bukan nama asli, nama tersebut diberikan oleh Anton Sa’adah,
nama aslinya adalah Ali Ahmad Sa’id Asbar. Nama Adonis terambil dari satu dewa legenda
Babilonia kuno. Dewa muda ini merupakan simbol dari keindahan da
kebaikan. Ia lahir dari hubungan gelap antara raja Theyas atau Cinyras, raja
Siprus dengan putrinya Myrrha. Akibat hubungan itu, Myrrha dikutuk menjadi
pohon, dari pohon itulah Adonis lahir sebagai simbol kehidupan baru yang bebas
dari dosa-kenistaan memiliki sifat keilahian timur, kebaikan dan kesuburan. Karya
puisi tentang Kematian dan kelahiran kembali merupakan visi puitis mengenai transformasi
dan pembaharuan (tajdid), bagi Adonis penyajian puisi dianjurkan serta diaktualisasikan
dalam ayat bebas. Karya puisi baru '(al-shi'r al-jadid) serta sentimen penutupan
revisi 1998 tentang koleksi 1.980 esai, seperti Fatiha li-Nihayat al-Qarn
[Pengantar Akhir Abad].
Jika ditelusuri lebih lanjut, publikasi pertama Adonis
yaitu berjudul Qalat al-Ard, karya ini muncul di akhir tahun sarjana di
Universitas Damaskus, di mana ia belajar filsafat dan mengembangkan antusiasme
untuk penulis Perancis. Bacaannya penyair arab Adonis seperti Ilyas Abu
Shabaka, yang sangat dihargai Baudelaire, dan Sa'id 'Aql, yang dikagumi
Mallarme. Dalam perjalannyam Adonis juga beberapa bulan pernah dipenjara karena
kegiatan politik, khususnya untuk mendukung partai Ba'athist dari Antun Sa'ada.
Dan hal itu mendorong dia untuk pergi ke Beirut pada tahun 1956 dengan calon
istrinya, sastra kritikus Khalida Saleh. Adonis tidak akan kembali ke Suriah,
tetapi pengaruh Sa'ada masih ada. Tidak hanya Adonis yang mengembangkan
keyakinan politik dan sosial di perusahaan, bagitu juga dengan Sa'ada yang
membuat Adonis sadar akan pentingnya mitos dan sejarah sastra. Pada tahun 1957,
Adonis meneribitkan Qasa'id ula [Pertama Puisi] dan pada tahun yang sama
dengan penyair Lebanon, kritikus dan
penerjemah Yusuf al-Khal, jurnal puisi [Shi’r], yaitu forum surat Arabic. Adonis
memiliki sebuah perusahaan penerbitan dan telah mempublikasikan karya-karya
penulis lain yang tak terhitung jumlahnya, termasuk Badr Shakir al-Sayyab,
Fadwa Tuqan, Nazik al-Mala'ika, Michel Trad, dan banyak lagi.
Terlepas dari kualitas dan volume terbitan jurnal
Shi'r itu, dan publikasi Awraq fi al-Rih, yang mengungkapkan upaya awal
penyair untuk memadukan Arab dan tradisi sastra Perancis, publikasi itu sekitar
tahun 1961, hal itu juga yang akan mendorong karir Adonis ke tahap lebih jauh.
Dia menghabiskan waktunya dari 1960-1961 di Paris di mana ia bertemu dengan Aragon,
Prevert, Michaux dan lain-lain—untuk memulai kajian komprehensif dengan banyak karya
dari kritikus (termasuk Adonis sendiri) mempertimbangkan salah satu karya terbaiknya
dan yang paling penting, yaitu Aghani Mihyar al-Dimashqi [The Songs of
Mihyar Damaskus]. Dalam karya Aghani, Adonis mencari api baru dari
kebakaran tua, berusaha untuk menghidupkan kembali bahasa serta warisan Arab-Islam.
Pada tahun 1961 Adonis juga menyampaikan makalah pada
sebuah konferensi di Roma di mana ia mengajukan konsep masa lalu sastra, dan menegaskan
bahwa hal itu adalah tugas penting dari
puisi yang menjadi nubuat dan visi untuk menerobos cakrawala yang telah
tertutup lama, untuk itu munculkan kembali ke dunia lebih luas. Ia juga mengkritisi
karya The Nahda, yaitu sebuah karya kebangkitan Arab abad ke-19, dan menyebutnya
sebuah “ornamen baru dalam warna tua”, konsep itu merupakan kelanjutan
dari siklus tradisional di mana tidak ada pelanggaran yang dilakukan, tidak ada
jendela untuk dibuka. Seperti Amin Rihani, dan Kahlil Gibran, yang ia kagumi.
Tidak puas hanya mengamati ini saja sebagai kritikus, Adonis menghabiskan enam
puluhan untuk meninjau kembali kanon dalam tiga volume yaitu berjudul Diwan
al-shi'r nya al-'Arabi [Antologi Puisi Arab]. Pada awal tahun delapan
puluhan, dengan kolaborasi istrinya, Adonis telah mengedit enam buku puisi dan
prosa oleh penulis Nahda.
Pada 1970-an Adonis telah meneribitkan
kecenderungannya. Tiga serangkai introspektif puisi pada Waqt bayna al-Ramad
wa al-ward (Sebuah Waktu antara Ashes and Roses), buku ini membahas isu-isu
kekalahan Arab yang mengakibatkan kerugian tahun 1967 Perang Arab-Israel; mempertanyakan
oposisi Timur atau Barat dengan mengambil alih Whitman dan tradisi modernis
Amerika; dan dengan mencoba untuk gaya bahasa puisi baru. Ide-ide ajaib dan
puisi Mufrad bisighat al-jam '[Singular dalam Bentuk Plural], yang akan
menemukan gema kemudian di Abjadiyya Tsaaniyah [A Alphabet Kedua], karya
ini menjadikan Adonis dengan reputasi kemuskilannya. Tapi dia tidak hanya
menulis puisi saja. Tesis doktornya, al-Tsabit
wa al-mutahawwil [Ketetapan dan Pergerakan], yang ditulis di St. Joseph
University di Beirut di mana ia mengajar selama 15 tahun di sana. Disamping itu, Adonis juga terlibat dalam
analisis kontroversial dan komprehensif dari apa yang dianggapnya efek
menyesakkan teologi Islam kontrol politik dan artistik. Ini bukan untuk
mengatakan bahwa tulisan Adonis 'tidak diinformasikan oleh pengetahuan yang mendalam
tentang Islam; memang ia memiliki cinta khusus untuk dimensi esoteris dan
mistis. Hal ini tidak mengherankan, karena itu dalam karyanya: untuk menemukan
'Ali, Imam Syiah pertama, personafikasi berulang di karya puisi Adonis. Hadir
juga penulis abad ke-10 dan Mistisme al-Niffari, yang berjudul yang Kitab
al-Mawaqif wa al-mukhatabat, kitab ini adalah inspirasi dari Mawaqif,
jurnal budaya dan sastra berpengaruh didirikan oleh Adonis pada 1968.
Pada 1980-an dan 1990-an, Adonis terus menerbitkan
puisi, kritik, edisi, dan terjemahan. Dia meninggalkan Beirut untuk ke Prancis saat
perang melanda, dia juga menjadi pelayan di UNESCO dan mengajar di Prancis dan
Swiss. Puisi Shahwa Tataqaddam fi Khara'it al-Madda dan koleksi lainnya
mengambil banyak pertanyaan lebih dalam. Pertanyaan yang Adonis telah kaji
seperti dalam esai al-Shi'riyya al ' Arabiyya, volume prosa pertama Adonis
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Pada tahun 1988, Adonis mengedit dan
menerbitkan kembali edisi definitif koleksi awal, karya religious dan mistisme seperti
al-Sufiyya wa al-Suriyaliyya [Tasawuf dan Surealisme], di mana ia
berusaha untuk menunjukkan bahwa tasawuf dan surealisme Eropa sumber yang sama.
Studinya al-Nass al-Qur'ani wa Afaq al-Kitaba yang membahas tentang
aturan panggung puitis pemberani. Pada tahun 1993 Adonis menghasilkan karya autobographi
pertamanya. Pada tahun 2000 Institut Du Monde Arabe di Paris, memajang puisi
Adonis dan karya seninya, menyelenggarakan pameran retrospektif karyanya. Tahun
berikutnya Adonis menerima hadiah puisi dan beasiswa seluruh dunia. Dari karya
kritis serta puisinya, baru muncul sekitar tahun 2001.
Rujukan Utama
Ed. Sarah
Pendergast & Tom Pendergas, Reference Guide to World Literature,. Vol. I, (USA: Gale, 2003), 3rd Edition, hal.
8-9