Belum
sampai 1 tahun dunia dikejukan oleh seorang mantan anggota CIA yaitu Edward
Snowden—yang membuka serta membocorkan rahasia Amerika Serikat terkait privasi
warga negaranya. Kini sang juru selamat atas nama nurani dan kebebasan
berkumandang lagi. Dia adalah seorang ahli di bidang IT perbankan
internasional—dengan membuka kartu mafia perbankan yang mengancam bank raksasa
seperti HSBC. Dia adalah Herve Falciani, seorang mantan pekerja di bidang IT
perbankan. Seperti yang dikutip dari kantor berita Indonesia (ANTARA
10/02/2015), motif Herve Falciani tak lain yaitu atas nama kepentingan umum.
Motif demikian sama halnya dengan perjuangan Snowden dahulu, atas nama kebebasan
dan kepentingan privasi secara umum.
Ancaman
demi ancaman pun datang kepada Herve Falciani, namun niatnya untuk membuka database
demi kebenaran tak pernah padam baginya. Pertanyaan sederhana adalah apa yang menjadikan
Falciani begitu ditakutkan oleh dunia perbankan Internasional. Tak lain, ketika
Falciani membuka kartu sindikat skandal pajak Swissleaks. Kasus inilah yang
menjadi pintu serta perhatian internasional saat ini. Dari beberapa kutipan
yang didapat, bahwa Falciani telah mempublis secara online serta memperlihatkan
sebuah dokumen rahasia dari unit bank swasta milik HSBC—dari isi dokumen
tersebut ditemukan sejumlah dokumen rahasia, isinya bahwa HSBC telah membantu
para nasabah kaya dalam menghindari kewajiban membayar pajak selama beberapa
tahun. Bahkan dikatakan sekitar 200 lebih nasabah dari berbagai negara telah
menghindari pajak melalui berbagai rekening, dengan total nilai sekitar 119
miliar dolar AS.
Angka
yang cukup fantastis serta ketakutan para mafia banker saat ini menjadi alasan
lain untuk mencari Falciani sebagai sang pembuka kartu. Sebagai seorang mantan
pegawai IT dari HSBC, Falciani sering dikatakan sebagai “Snowden baru dari
kasus pajak” oleh sebagian kalangan. Memang dari dulu hingga sekarang, dunia
perbankan seolah menutup diri untuk membuka beberapa kasus besarnya. Tak hanya
di dunia internasional, begitupun di Indonesia, dunia penyadapan serta
pembukaan kartu truf terhadap kasus besar, seolah menjadi sangat sulit untuk
dibuka ke publik. Indikasi tersebut bisa dilihat dari sistemikya kasus Bantuan
Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) di Indonesia. Bahkan institusi seperti KPK, idealnya
sebagai spy (mata-mata) dan pembuka kartu dari mafia BLBI kini tak
bertaring, karena saat ini jeratan kasus KPK secara tidak langsung telah
mengancam eksistensinya sebagai musuhnya koruptor kelas kakap Indonesia.
Kisruh
Polri Vs KPK seolah akan meniadakan pengungkapan kasus besar yang di Indonesia,
bukan hanya kewenangan penyeledikan, penyidikan serta penuntutan saja yang akan
terganjal oleh KPK, namun di wilayah lain seperti kepolisian—upaya pengungkapan
korupsi pun akan terganjal oleh kisruh ini. Perilaku Pemangku kepentingan serta
stake holders lain pun terlihat seolah memperkeruh suasana kisruh Polri
dan KPK. Bahasa yang digunakannya pun beragam, ada yang berkacamata atas nama
hukum harus ditegakan, ada juga mengatasnamakan rakyat menjadi hal lain atas
kisruh ini. Coba kita lihat, pertarungan
serta pergeseran opini tentang pengkeridilan pun berhembus halus kepada
dua institusi ini. Namun, jangan lupa fakta dibalik sebuah pristiwa ini, siapa
yang diuntungankan dan siapa yang dikorbankan.
Bagi
para koruptor, mungkin dia tertawa ketika melihat kondisi ini, karena sangat
mudahnya bangunan opini dan distraksi politik menjadi bergeser pada isu lain. Ada
pemeran utama dibalik kisruh ini, pemerannya pun tak lain demi memuluskan
langkahnya sebagai mafia—agar kasus besar Indonesia seperti penanganan kasus
SKL BLBI ataupun Century dan lain-lain tak lagi terdengar ceritanya oleh publik.
Atau dengan kata lain, agar tidak ada lagi pahlawan seperti Snowden sang
pendekar atas kasus Spy-nya Amerika dan pahlawan Herve Falciani dalam
pengungkapan skandal kasus pajak SwissLeaks. Kita bukan lagi sekedar penikmat
berita, namun lebih dari itu, memaknai berita dibalik berita.
***Salam
Pecinta Kesederhanaan
0 comments:
Post a Comment