Translate

Friday, 23 May 2014

Masa Kampanye Datang?? Inilah Cara Cerdas Memilih Pemimpin 2014 Nanti

Masa kampanye terbuka akan dimulai pada tanggal 16 Maret hingga 5 April 2014 nanti. Perdebatan dan hujatan pada peserta pemilu 2014 tak akan jauh berbeda pada pemilu sebelumnya. Mulai dari track record (perjananan hidup) hingga opini yang ditimpa pada partai terus saja menjadi perbincangan hangat pesta demokrasi Indonesia. Tak pelak, sejumlah Jurkam (juru kampanya) dari team ahli Partai sampai ahli metafisik alias ilmu sihir pun ikut andil dalam pembuatan opini partai, baik ditingkat legislatif ataupun eksekutif. Yang pada akhirnya, masyarakat pun dibuat kelimpungan untuk memilih pemimpin yang benar-benar mampu mendongkrak permasalahan bangsa ini. Pergeseran nilai perjuangan setiap partai pun hilang, hal ini memicu masyarakat mulai enggan berkomentar untuk mendiskusikan prinsip fundamental atau platform  setiap partai, padahal dari situlah proses pencerdasan demokrasi Indonesia dimulai.
Jika dilihat dari sejarahnya, pemilu Indonesia pertama kali dilakukan pada tahun 1955 dengan diikuti 29 partai politik dan individu. Sesuai tujuannya, pemilu 1955 ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu: Tahap pertama adalah Pemilu untuk memilih anggota DPR, dan tahap kedua Pemilu untuk memilih anggota Konstituante. Pada saat itu pertarungan peserta pemilu sangat jelas, mereka memperjuangkan nilai-nilai ideologis yang dibawa setiap partainya, namun sekarang pertarungan itu hilang begitu saja, hal tersebut akibat rangkaian jumlah kasus menghinggapi sejumlah partai peserta pemilu. Masyarakat pun dibuat skiptis, seolah semua elite telah membuat cacat pesta demokrasi Indonesia, rangkaian kasus korupsi menjadi hal lumrah para elite, katerjangkitan kasus hukum para elite menjadi headline di tiap media Indonesia. Setiap hari masyarakat dibuat jengah oleh sikap maupun bualan janji akademis oleh para elite. 
Sikap apapun yang dilakukan masyrakat nanti pada tanggal 9 Aprill 2014 merupakan akumulasi sikap yang memang telah dibuat oleh para peserta pemilu 2014, kenapa demikian, karena dari situlah opini dan sikap masyarakat telah digiring pada pencitraan partai politik. Singkatnya, jika peserta pemilu berkampanye dengan cara tidak mencerdaskan masyarakat, maka bisa dikatakan partai tersebut harus ditangguhkan untuk dipilih, karena dari partailah seharusnya masyarakat bisa memilih secara cerdas mana pilihan yang seharusnya baik dipilih nanti, bukan berdasarkan keberpihakan nepotis, kolusi ataupun budgeting yang dikeluarkan oleh partai ketika berkampanye. Hal tersebut justru akan merusak substansi demokrasi menuju praktik korupsi.
Tulisan ini tak bermaksud untuk membuat masyarakat ragu (skiptis) kepada peserta pemilu legislatif ataupun eksekutif 2014 nanti, tetapi hanya sekedar berbagi mengenai arti dari kampanye itu sendirI, agar tidak terjebak pada aras fanatisme buta pada partai politik. Dan perlu dingat, jangan sekali-kali hanya karena kampanye politiknya cerdas kita langsung terbuai, apalagi dengan memberikan sejumlah uang ataupun bantuan langsung kepada masyarakat maka secara otomatis parpol bisa dikatakan baik atau patut dipilih, jawabanya jelas “tidak “. Justru hal itu akan memulai tindak korupsi pada peserta pemilu nanti ketika mereka terpilih nanti. Terus langkah apa yang seharusnya dilakukan ketika melihat peserta pemilu memliki kompetensi untuk dijadikan pemimpin nanti.
Minimal ada empat langkah bagi kita agar memilih dengan cerdas dan tak salah memilih, yaitu:
1. Indeks Persepsi Keterjangkitan Kasus Hukum
Melihat kompleksitas kasus hukum di Indonesia yang melibatkan sejumlah partai politik, dirasa penting untuk mempertimbangkan aktor politik untuk menjadi sebuah pemimpin. Karena bukan tidak mungkin lemahnya supremasi hukum di Indonesia merupakan hasil rekayasa para aktor tersebut nanti. Jadi, sangat disayangkan jika kita memilih calon pemimpin nanti yang tersandung pada kasus hukum yang menimpanya. Bisa dibayangkan jika negara demokratis seperti Indonesia dipimpin oleh aktor yang kebal terhadap hukum, apakah produk hukumnya yang berupa regeling (pengaturan) atau beshiking (penetapan) bisa menjadi sebuah harapan bangsa. Apakah mafia peradilan bisa diberantas dengan hadirnya aktor elite tersebut.
2. Logika Harta Kekayaan
Maraknya korupsi pada aktor ataupun yang melibatkan partai menjadi berita faktual di Indonesia, sampai-sampai upaya reformasi di tiga lembaga penegak hukum pun sulit dikembalikan kepercayaannya oleh masyarakat untuk bebas dari korupsi, akibat permainan antara aktor politik dengan para penegak hukum Indonesia. Harta kekayaan para elite pun banyak tidak didaftarkan kepada pihak yang berwenang, Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dibuat dengan tidak sebenarnya pun banyak terjadi, hal itu bisa dilihat dari logika harta dan karirnya sering kali tidak berimbang dengan jabatannya. Alhasil antara kekayaan yang dimiliki para elite seharusnya berimbang dengan karirnya, bukan sebaliknya. Ini pula yang perlu diwaspadai jika pada kampanye nanti calon pemimpin mendeklarasikan harta kekayaannya diluar kapasitas karir yang dimilikinya.
3. Track Record Peserta Pemilu
Agak sedikit sulit memang untuk mencermati semua perserta pemilu yang baik dan pas untuk dipilih, namun yang perlu dilakukan oleh kita adalah dengan melihat track record peserta pemilu 2014 nanti yang menunjukan kualitasnya, baik dia sebagai pejabat publik ataupun masyarakat biasa. Perjalanan para peserta pemilu dirasa penting, karena dengan hal inilah kita akan mengetahui sejauh mana motivasi mereka untuk membenahi negeri ini. Apakah para peserta pemilu mempunyai kecacatan secara hukum ataukah tidak, ataukah para peserta pemilu mempunyai keterlibatan terhadap sejumlah kasus endemik.
4. Nilai Perjuangan Ideologis
Jika kita masih yakin dengan adanya pertarungan ideologis pada peserta pemilu nanti, maka tak salah untuk memilih basis ideologis yang diperjuangkan oleh platform partainya. Namun yang terpenting adalah ideologi apapun itu, jika masih relevan dengan kebutuhan bangsa, maka tak salah untuk diperjuangkan. Dan perlu diingat, pertarungan pada aras Ideologis menurut beberapa survey, peserta pemilu kali ini tidak menunjukan segregasi begitu tajam. Karena apapun ideolognya, jika bangsa membutuhkan hal itu, mengapa tidak untuk dijadikan pijakan dalam perjuangannya. Perlu diperhatikan pula bahwa idelogi apapun itu, selama masih berpedoman dengan dasar negara dan kebutuhan bangsa, maka itulah yang harusnya kita pilih nanti sebagai pemimpin masa depan.

***Salam Cerdas Memilih



0 comments:

Post a Comment