Translate

Monday, 16 March 2015

Mengapa Waktu Cepat Berlalu?


Mengapa waktu begitu cepat berlalu? Sebuah pertanyan yang mungkin sering kita ajukan saat momen atau tragedi menghampiri, tatkala kita digandrungi rasa sedih, senang atupun gembira. Kita pasti tahu bahwa dalam sehari terdapat 24 jam dan 168 jam seminggu. Kita juga tahu bawah periode-periode waktu ini kadang-kadang tampak seperti berpacu tanpa peringatan sedikit pun, sehingga waktu yang sebenarnya kita jalani seolah-olah terasa jauh lebih sedikit. Ketika kita sedang menghadapi tenggat waktu, menit, jam, hari bahkan tahun tampak berjalan lebih daripada ketika kikta sedang mengikuti sebuah aktivitas yang membosankan semua indera kita. Dalam masyarakat modern seperti sekarang, yang serba sibuk serta terlalu banyak jam kerja yang rasanya seperti berjalan kurang dari enam puluh menit. Serasa waktu begitu cepat berlalu.
Bila kita harus menghabiskan waktu satu jam dengan teman lama atau seseorang yang benar-benar anda rindukan untuk bertemu, misalnya anda merasa seolah-olah telah menempuh perjalanan begitu jauh dalam satu jam saja, coba bandingkan dengan jumlah cepatnya satu jam berlalu ketika anda menonton komedi di sebuah televisi. Ingat! Kutipan Peter Burns dalam bukunya Manage Your Time, dikatakan bahwa semakin banyak tugas dan aktivitas yang anda selesaikan dalam waktu tertentu, rasanya semakin cepat waktu berlalu—dan semakin kecil kemungkinan kita bisa menikmati waktu. (Peter Burns, Manage Your Time, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2008, hal. 3).
Pertanyaan yang patut diajukan adalah mengapa kita tidak merasa senang bila waktu kita berjalan begitu cepat? Secara psikologis, manusia telah terbentuk puluhan ribu bahkan jutaan tahun untuk melalui proses yang begitu panjang—hingga mencapat titik tertinggi dalam menentukan tingkat rasio atau bentuk spesiesnya. Akibatnya kita seolah merasa hilang dalam waktu (dure) dan merasa bosan pada waktu yang selalu berulang dan panjang. Sementara itu, masyarkat kontemporer bergerak semakin cepat, hingga pada akhirnya kita lupa akan makna waktu itu sendiri (time).
Proses tersebut di atas dikatakan oleh seorang filosof sebagai batas antara waktu secara time dan dure. Apa maksud dari seorang filosof tersebut, mudahnya diilustrasikan ketika kita sedang menunggu sesuatu dengan dibatasi waktu secara temporal dengan yang tidak dibatasi. Ada dua respon yang didapat dari kita. Pertama tingkat rasa (felling responsive) dan tingkat keteraturan (absolute grade). Jika tingkat rasa berkaitan dengan apa yang diarasakan pada suasana aktivitas, sedangkan tingkat keteraturan direspon dengan jumlah keseluruhan (kalkulatif) seperti  detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun dan seterusnya.
Dalam teori Resonansi Schumann menjelaskan rangkaian kecepatan frekuensi waktu diibaratkan dengan detak jatung dunia, hal tersebut dapat diukur pada skala 7.8 hertz. Nilai ini dianggap tetap dan konstan pada waktu itu. Namun, pada 1980-an, terjadi perubahan tiba-tiba. Sebab, pada tahun itu Resonansi Schumann diukur di atas 11 hertz. Bahkan laporan terbaru telah mengungkapkan bahwa angka ini bahkan akan meningkat lagi. Perubahan dalam Resonansi Schumann; frekuensi menunjukkan mempercepat waktu. Dengan demikian, waktu 24 jam  terasa seperti 16 jam atau kurang.

Berbeda dari Schumann, beberapa filosof menyatakan kurang lebih, waktu sendiri merupakan proses yang begitu panjang dalam rangka proses pembelajaran dengan melewati batas absolute dan relative. Apakah bisa aktivitas kita melewati batas dari sifat waktu tersebut? Para ahli terjadi pertentangan dalam hal ini, bagi golongan absolutis seperti Newtonian, bahwa gerak manusia dicipatakan dengan kalkulasi ruang dan waktu. Jadi sangat tidak mungkin jika gerak aktivitas manusia melewati batas kecepatan ruang dan waktu yang telah ada. Bagi golongan lain, bahwa waktu bisa ditembus dengan batas serta sekat-sekat mengitarinya, karena waktu sendiri tercipta bukan saja berasal dari sifat ruang dan waktu. Coba bayangkan jika kita keluar dari zona gravitasi bumi, apakah kecepatan cahaya yang dipantulkan dan didapatkan akan sama dengan zona yang ada ruang berbeda. Apakah ini yang disebut titik menembus batas waktu. Mungkin inilah sedikit ulasan mengapa waktu terasa bagitu cepat, karena ia bisa diarasakan oleh dua persepsi. Persepi matter yang nyata (indrawi) sedangkan non-matter ia yang diarasa (perasaan). 

0 comments:

Post a Comment