Kegiatan perlindungan anak merupakan suatu tindakan hukum yang membawa akibat hukum. Oleh sebab itu perlu adanya jaminan hukum bagi kegiatan perlindungan anak. Ada beberapa alasan mengapa anak perlu dilindungi dalam kasus hukum,, menurut Pater Newel dalam bukunya Taking Children Seriously: A proposal for Children‘s Rights Commisionermenyebutkan antara lain:
a) Biaya untuk melakukan pemulihan akibat dari
kegagalan dalam memberikan perlindungan anak sangat tinggi. Jauh lebih tinggi
dari biaya yang dikeluarkan jika
anak-anak memperoleh perlindungan.
b) Anak sangat berpengaruh langsung dan
berjangka panjang atas tindakan atau perbuatan (action) atau ketiadaan tindakan/perbuatan (unaction) dari
pemerintah atau kelompok lainnya.
c) Anak selalu mengalami kesenjangan dalam
pemberian pelayaran publik.
d) Anak tidak mempunyai hak suara, dan tidak
mempunyai kekuatan lobby untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah .
e) Anak pada banyak situasi tidak dapat
mengakses perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak.
f) Anak lebih beresiko dalam eksploitasi dan
penyalagunaan.[1]
Untuk itu sangat urgen,
manakala perlidungan hak anak dalam hukum diatur sedemikian rupa.Baik yang
skalanya nasional maupun internasional.Dalam skala nasional peraturan
perundang-undangan di Indonesia terkait masalah anak
telah diatur sejak lama, bahkan dirasa cukup komprehensifmeskipun terdapat
beberapa aturan yang sudah tidak relevan lagi.[2]Di
bawah ini upaya negara dalam menjamin hak-hak anak secara umum:
1)
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun
1945;
2)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan;
3)
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang
Kesejahteraan Anak;
4)
Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990 tenang
Konvensi Hak Anak;
5)
Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 1998 tentang
Usaha Kesejahteraan Sosial Bagi Anak;
6)
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999Tentang Hak
Asasi Manusia;
7)
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak;
9)
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga;
10) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Perlidungan Saksi dan Korban;
11)
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Anak.
Dalam konteks
perlidungan bagi anak, secara khusus Indonesia sendiri telah mengatur beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan tentang perlidungan anak, seperti yang dijabarkan
di atas yaitu Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak, Undang-Undang Nomor 4 tentang Kesejahteraan Anak,
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, beberapa peraturan lain yang berkaitan dengan masalah
anak.
Mengacu pada landasan
normatif, dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlidungan Anak bahwa
ada dua konsepsi mengenai perlidungan anak. Yang pertama terkait dengan definisi
umum yang menjelaskan bahwa Perlindungan Anak merupakan segala kegiatan untuk menjamin
dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.[3] Dan yang kedua yaitu perlidungan anak secara khususyaitu
perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang
berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang
dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak
yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat
adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak
korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan
anak korban perlakuan salah dan penelantaran.[4]Jadi bisa disimpulkan upaya perlidungan yang diberikan
dalam undang-undang yaitu terkait masalah perlidungan secara umum dan khusus.
Adapun upaya penyelenggaraan
perlidungan anak berasaskan pancasila dan berlandaskan Undang-Undang DasarNegara Republik
Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak Anak meliputi:Non
diskriminasi, Kepentingan yang terbaik bagi anak, Hak untuk hidup, kelangsungan hidup,
perkembangan dan Penghargaan terhadap anak.[5]
Lebih lanjut dalam Pasal 3 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan
Anak, perlindungan
anak
bertujuan
untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang,
dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat martabat manusia, serta
mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak
Indonesia yang berkualitas, berakhlak, mulia dan sejahtera.[6]Perlindungan
anak diusahakan oleh setiap orang, orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah
maupun Negara. Pasal 20 Undang-Undang Perlindungan Anak menentukan:Negara,
pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan
bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.[7]
Kewajiban dan tanggung jawab Negara dan Pemerintah dalam usaha
perlindungan anak diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak yaitu:
a) Menghormati
dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan,
jenis kelamin,etnik, budaya, dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran
anak dan kondisi fisik dan/atau mental (Pasal 21);
b) Memberikan
dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak (Pasal
22);
c)
Menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan
kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau
orang lain yang secara umum bertanggung jawab terhadap anak dan mengawasi
penyelenggaraan perlindungan anak (Pasal 23);
d) Menjamin
anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia
dan tingkat kecerdasan anak (Pasal 24).[8]
Dalam pasal 5
dijelaskan pula tentang Kewajiban dan tanggungjawab masyarakat terhadap perlindungan anak
dilaksanakan melalui kegiatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan
perlindungan anak.[9]
Adapun kewajiban
tanggungjawab keluarga dan orang tua dalam usaha perlindungan anak diatur dalam
Pasal 26 ayat (1) Undang-undang No. 23
Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak, yaitu:
a) Mengasuh,
memelihara, mendidik, dan melindungi anak;
b)
Menumbuhkan anak sesuai dengan kemampuan,
bakat, dan minatnya;
c)
Mencegah terjadinya perkawinan pada usia
anak-anak.[10]
Kaitannya dengan kasus
kekerasan seksual , Undang-undang No. 23
Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak pun telah mengaturnya, yang mana upaya
perlidungan kekerasan seksual termasuk dalam kategori upaya perlidungan anak
secara khusus menurut undang-undang ini.
Upaya perlidungan khusus kasus kekerasan seksual bisa dilihat dalam
pasal 66 dari ayat 1-3 yaitu:
1)
Adapun kewajiban dan tanggung jawab dalam kasus ini merupakan
kewajiban dan tanggung jawab pemerintah danmasyarakat.[11]
2)
Pada pasal 62 ayat (2) Perlindungan khusus bagi anak yang
dieksploitasi sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui:
a) penyebarluasan
dan/atau sosialisasi ketentuan peraturanperundang-undangan yang berkaitan dengan
perlindungan anakyang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual;
b) pemantauan,
pelaporan, dan pemberian sanksi; dan c. pelibatan berbagai instansi pemerintah,
perusahaan, serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat dalam
penghapusan eksploitasi terhadap anak secara ekonomi dan/atau seksual.
3) Setiap
orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan
eksploitasi terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1).[12]
[1]LBH Jakarta, Mengawal
Perlidungan Anak Berhadapan dengan Hukum, (LBH Jakarta: Jakarta, 2012),
hal. 17
[2]Lihat “KPAI Desak
DPR Revisi Undang-Undang Perlidungan Anak”, diakses pada: http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/01/29/3/126901/KPAI-Desak-DPR-Revisi-UU-Perlindungan-Anak. Tanggal 24 Desember
2013 Pukul 14.05 WIB
[3]Pasal 1 Ayat (2)
Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak
[4]Pasal 1 Ayat (15)
Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak
[5]Pasal 2 Ayat
Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak
[6]Pasal 3 Undang-undang
No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
[7]Pasal 20 Undang-undang
No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak
[8] Pasal 21-24
Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak
[9] Pasal
25 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak
[11]Pasal 66 Undang-undang
No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak
[12] Pasal
66 ayat 1-3 66 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak
0 comments:
Post a Comment