Translate

Sunday, 6 July 2014

Telaah Pemikiran Morphogenetik Rupert Sheldrake


Seiring berkembangnya zaman dan pemikiran manusia pertengan abad ini, keniscayaan pertarungan maupun proses pengintegrasian disiplin ilmu menjadi tak terelakan. Pertarungan serta proses reintegrasi ilmu terasa hingga kini menjadi semakin sempit. Beberapa fenomena besar dunia diteropong dengan beragam paradigma disiplin ilmu. Begitu juga dengan problematika hidup manusia—menjadi konsen tersendiri bagi sebagian jenis keilmuan, bahkan mencuat pula pemecahan persoalan hidup dari lintas disiplin keilmuan. Tak jarang satu disiplin ilmu menjadi parameter disiplin ilmu lain, begitupun paradigma dan konsepsi suatu ilmu—sering ditemukan berbagai kemiripan serta kesamaan perspektif dari hasil yang  ditelaahnya.[1]
Hal itu yang pernah dilakukan Rupert Sheldrake,[2] seorang ahli scientis sekaligus pengamat disiplin ilmu sosial. Sebagai seorang scientis, Rupert Sheldrake morphogenetic[3] dari bidang keilmuan biologi menjadi pula paradigma perkembangan sosial kehidupan manusia. Pengamatan tersebut bisa dilihat dari perspektif Rupert Sheldrake tentang kehidupan yang dimaknai sebagai bentuk-bentuk biologis diciptakan dan dipeliharan dalam bidang-bidang morphogenetic—perkembangan organisme. Lebih lanjut menurutnya, bidang-bidang tersebut bersifat non-lokal—meciptakan struktur tak terlihat yang diikuti molekul, sel serta organ saat mereka berubah bentuk dan mengkhususkan diri untuk menjadi mahkluk hidup tertentu.
Rupert Sheldrake juga berpendapat bahwa perkembangan organisme itu selalu berkembang dan berevolusi. Jauh sebelumnyanya, pendapat science seperti ini pernah dilontarkan pula oleh seorang pencetus teori evolusioner Darwin. Begitupun dengan R. Sheldrake yang menafsiri teori morphogenetic selalu berevolusi, hal tersebut terjadi karena seiring berjalannya waktu maka setiap generasi spesies tidak hanya dibentuk oleh satu bidang, namun juga mengubah bentuk pula untuk bertahan hidup dalam lingkungan.[4]
Hipotesa Sheldrake pun dengan menggunakan perumpamaan seekor ikan yang hidup dalam habitat dalam air (bologis), perlu berevolusi untuk mendapatkan sirip baru—supaya bisa berenang lebih cepat atau dengan bahasa penulis autoplastis (menyesuaikan diri). Seperti yagn dikutip dalam bukunya James Redfield, The Celestine Vision—dikatakan bahwa kehendak ikan menghasilkan perubahan dalam bidang morphogenetic, ini tampak ketika keturunannya memiliki sirip tepat seperti yang diinginkan.
Teori ini pula membuka cakrawala episteme baru dalam bidang science, bahkan menurut James Redfield bahwa transformasi ini pula bisa bertransformasi bukan saja hanya kepada karakteristik tambahan mahkluk seperti ikan atau tumbuhan tetapi bisa juga yang lainnya. Seperti evolusi ikan tertentu mencapai batas habitat di air, namun ada beberapa keturunan ikan yang ternyata merupakan pembeda dari spesiesnya; amfibi, ikan toke, dan sebagainya.
Dari beragam perkembangan teori evolusi science di atas, ternyata menurut Sheldrake memungkinkan terjadi pula pada evolusi kehidupan sosial manusia. Sepanjang sejarah, kehidupan manusia seperti makhluk hidup lainnya, dimana selalu mendorong lapisan luar pengetahuan manusia—dan selalu berjuang untuk berevolusiagar mendapatkan pemahaman yang lebih utuh tentang lingkungan serta aktualisasi potensi dalam diri kita. Pada waktu tertentu, tingkat kemampuan dan kesadaran manusia dapat  dianggap sebagai hasil dari bidang morphogenetik yang sama. Ketika masing-masing individu mengaktualisasikan kemampuan-kemampuan tertentu—berlari lebih cepat mengetahui lebih cepat, mengetahui apa yang dipikirkan orang lain, mendapatkan intuisi.[5] Kemajuan tersebut dapat dialami bukan hanya bagi perkembangan morphogenetik tetapi juga bagi seluruh manusia.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, perkembangan teori science yang notabene-nya berkiblat pada teori positifistik serta bebas nilai—pada perkembangannya juga dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal di luar sana. Hal itu juga memungkinkan pengembangan paradigma teori social yang memunculkan perspektif lintas disiplin ilmu. Proses pengintegrasian ilmu secara sadar, disatu pihak memunculkan sejumlah problematika, namun tujuan lain utama dari hal itu adalah membuka berbagai macam paradigma guna memahami persoalan hidup manusia.



[1] Beberapa pemikir memperdebatkan tentang teori sosiologi ataupun sejenisnya harus mandiri dan terlepas dari perangkap paradigma positifistik-reduksionis. Lihat dalam bukunya Geger Riyanto, Peter Berger: Perspektif Metateori Pemikiran, (Jakarta: LP3ES, 2009), hal. 10
[2] Rupert Sheldrake seorang Ahli Biologi dari Inggris, banyak pemikiran science-nya banyak dipengaruhi oleh pandangan filsafat, dimana konsep yang paling terkenal darinya adalah perubahan paradigma terhadap ilmu pengetahuan. Lihat biografinya dalam http://www.sheldrake.org/about-rupert-sheldrake/autobiography.
[3] Morphogenetic adalah suatu proses perubahan dan perkembangan karakteristik yang unik daripada kehidupan organisme.
[4] James Riedfild, The Celestine Vision , Alih Bahasa Rosemary Kesauly, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), hal 95
[5]James Riedfild, The Celestine Vision , Alih Bahasa Rosemary Kesauly, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), hal 96

0 comments:

Post a Comment