Seiring berkembangnya zaman dan pemikiran manusia pertengan
abad ini, keniscayaan pertarungan maupun proses pengintegrasian disiplin ilmu
menjadi tak terelakan. Pertarungan serta proses reintegrasi ilmu terasa hingga
kini menjadi semakin sempit. Beberapa fenomena besar dunia diteropong dengan
beragam paradigma disiplin ilmu. Begitu juga dengan problematika hidup
manusia—menjadi konsen tersendiri bagi sebagian jenis keilmuan, bahkan mencuat
pula pemecahan persoalan hidup dari lintas disiplin keilmuan. Tak jarang satu
disiplin ilmu menjadi parameter disiplin ilmu lain, begitupun paradigma dan
konsepsi suatu ilmu—sering ditemukan berbagai kemiripan serta kesamaan
perspektif dari hasil yang ditelaahnya.[1]
Hal itu yang pernah dilakukan Rupert Sheldrake,[2]
seorang ahli scientis sekaligus pengamat disiplin ilmu sosial. Sebagai seorang
scientis, Rupert Sheldrake morphogenetic[3]
dari bidang keilmuan biologi menjadi pula paradigma perkembangan sosial
kehidupan manusia. Pengamatan tersebut bisa dilihat dari perspektif Rupert
Sheldrake tentang kehidupan yang dimaknai sebagai bentuk-bentuk biologis
diciptakan dan dipeliharan dalam bidang-bidang morphogenetic—perkembangan
organisme. Lebih lanjut menurutnya, bidang-bidang tersebut bersifat
non-lokal—meciptakan struktur tak terlihat yang diikuti molekul, sel serta
organ saat mereka berubah bentuk dan mengkhususkan diri untuk menjadi mahkluk
hidup tertentu.
Rupert Sheldrake juga berpendapat bahwa perkembangan
organisme itu selalu berkembang dan berevolusi. Jauh sebelumnyanya, pendapat
science seperti ini pernah dilontarkan pula oleh seorang pencetus teori
evolusioner Darwin. Begitupun dengan R. Sheldrake yang menafsiri teori morphogenetic
selalu berevolusi, hal tersebut terjadi karena seiring berjalannya waktu
maka setiap generasi spesies tidak hanya dibentuk oleh satu bidang, namun juga
mengubah bentuk pula untuk bertahan hidup dalam lingkungan.[4]
Hipotesa Sheldrake pun dengan menggunakan perumpamaan
seekor ikan yang hidup dalam habitat dalam air (bologis), perlu berevolusi
untuk mendapatkan sirip baru—supaya bisa berenang lebih cepat atau dengan
bahasa penulis autoplastis (menyesuaikan diri). Seperti yagn dikutip
dalam bukunya James Redfield, The Celestine Vision—dikatakan bahwa
kehendak ikan menghasilkan perubahan dalam bidang morphogenetic, ini tampak
ketika keturunannya memiliki sirip tepat seperti yang diinginkan.
Teori ini pula membuka cakrawala episteme baru dalam
bidang science, bahkan menurut James Redfield bahwa transformasi ini pula bisa
bertransformasi bukan saja hanya kepada karakteristik tambahan mahkluk seperti
ikan atau tumbuhan tetapi bisa juga yang lainnya. Seperti evolusi ikan tertentu
mencapai batas habitat di air, namun ada beberapa keturunan ikan yang ternyata
merupakan pembeda dari spesiesnya; amfibi, ikan toke, dan sebagainya.
Dari beragam perkembangan teori evolusi science di
atas, ternyata menurut Sheldrake memungkinkan terjadi pula pada evolusi
kehidupan sosial manusia. Sepanjang sejarah, kehidupan manusia seperti makhluk
hidup lainnya, dimana selalu mendorong lapisan luar pengetahuan manusia—dan
selalu berjuang untuk berevolusiagar mendapatkan pemahaman yang lebih utuh tentang
lingkungan serta aktualisasi potensi dalam diri kita. Pada waktu tertentu,
tingkat kemampuan dan kesadaran manusia dapat
dianggap sebagai hasil dari bidang morphogenetik yang sama. Ketika
masing-masing individu mengaktualisasikan kemampuan-kemampuan tertentu—berlari
lebih cepat mengetahui lebih cepat, mengetahui apa yang dipikirkan orang lain,
mendapatkan intuisi.[5]
Kemajuan tersebut dapat dialami bukan hanya bagi perkembangan morphogenetik
tetapi juga bagi seluruh manusia.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, perkembangan teori
science yang notabene-nya berkiblat pada teori positifistik serta bebas
nilai—pada perkembangannya juga dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal di
luar sana. Hal itu juga memungkinkan pengembangan paradigma teori social yang
memunculkan perspektif lintas disiplin ilmu. Proses pengintegrasian ilmu secara
sadar, disatu pihak memunculkan sejumlah problematika, namun tujuan lain utama
dari hal itu adalah membuka berbagai macam paradigma guna memahami persoalan
hidup manusia.
[1] Beberapa pemikir memperdebatkan
tentang teori sosiologi ataupun sejenisnya harus mandiri dan terlepas dari perangkap paradigma
positifistik-reduksionis. Lihat dalam bukunya Geger Riyanto, Peter Berger:
Perspektif Metateori Pemikiran, (Jakarta: LP3ES, 2009), hal. 10
[2] Rupert Sheldrake seorang Ahli Biologi
dari Inggris, banyak pemikiran science-nya banyak dipengaruhi oleh pandangan
filsafat, dimana konsep yang paling terkenal darinya adalah perubahan paradigma
terhadap ilmu pengetahuan. Lihat biografinya dalam http://www.sheldrake.org/about-rupert-sheldrake/autobiography.
[3] Morphogenetic
adalah suatu proses
perubahan dan perkembangan karakteristik
yang unik daripada kehidupan organisme.
[4] James Riedfild, The Celestine
Vision , Alih Bahasa Rosemary Kesauly, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2008), hal 95
[5]James
Riedfild, The Celestine Vision , Alih Bahasa Rosemary Kesauly, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2008), hal 96
0 comments:
Post a Comment