Ada yang perlu dicatat
dalam pencalonan Kaporli kali ini, proses seleksi yang dajukan Kompolnas kepada
Presiden Jokowi yang tidak melibatkan beberapa institusi yang berwenang menjadi
dilema tersendiri. Berbeda di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono ketika
memilih Komjen Pol. Sutarman—Presiden melibatkan PPATK dan KPK sebelum diajukan
kepada DPR untuk diuji kelayakannya sebagai Kapolri. Meski proses pemilihan
Komjen Sutarman dinilai berjalan mulus, namun tetap, beberapa organisasi
seperti KonraS dan IPW (Indonesia Police Watch) mengkritisinya untuk dipertimbangkan
dalam pemilihan Kapolri tahun lalu.
Ada yang menarik antara
pemilihan Kapolri Sutarman pada tahun 2013 lalu dengan pemilhan Budi Gunawan
sekarang. Yang mana Organisasi seperti IPW (Indonesia Police Watch) yang gencar menyerang Komjen Sutarman
agar diklarifikasinya sejumlah kasus yang melibatkannya,[2] namun sekarang seolah tak
bertaring ketika Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka. Secara tidak
langsung IPW malah berbalik arah mendukung pencalonan Budi Gunawan. Bahkan tak
segan-segan IPW menyindir Komisioner KPK harus dibubarkan, dengan alasan
kriminalisasi. Wah ada apa ini? Sutarman juga mendapat serangan karena memiliki
tingkat loyalitas tinggi
terhadap atasan. Tapi pemilihan kali ini berbeda lagi ceritanya.
Secara implisit memang rangkaian
pemilihan Kapolri sekarang membawa KPK kepada jurang politis, karena disaat
bersamaan KPK seolah tidak memberikan (active recommendation) kepada Presiden. Lihat
pasal 6 UU No. 30 tahun 2002 yang menyebutkan tugas utama KPK:
a.
Melakukan koordinasi dengan instasi yang berwenang
melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
b.
Melakukan supervisi terhadap instansi yang berwenang
melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
c.
Melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan
terhadap tindak pidana korupsi;
d.
Melakukan tindakan-tindakan pencegahan terhadap tindak
pidana korupsi; dan
e.
Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan
pemerintahan negara.
Jadi logika yang didapat dari pasal di atas seharusnya
KPK menetapkan status tersangkanya sebelum proses pemilihan sedang berlangsung,
dan memberikan rekomendasi kepada instansi terkait, dalam hal ini presiden
maupun Kompolnas. Namun nasib berkata lain, baik Presiden dan Lembaga
terkait soalah lempar sembunyi tangan ketika kepala PPATK Muhammad
Yusuf mengaku sudah menjelaskan secara langsung kepada Presiden Joko Widodo
soal adanya dugaan tindak pidana yang dilakukan Komisaris Jenderal Budi
Gunawan.[3] Memang
sangat disayangkan ketika terjadi kasus seperti ini, seolah sinkronisasi antara
peran lembaga komisi dan pemerintah tak berjalan sesuai apa yang dikata Jokowi
sebagai Nawacita. Lucu sedikit lucu dari negeri ini, namun apa dikata, nasi
sudah menjadi bubur.
Masyarakat seolah apatis terhadap
institusi ini, disamping perannya
sebagai pengawasan serta mengendalikan penyelidikan, penyidikan, penindakan,
pemeriksaan sampai penyelesaian/penyerahan berkas perkara[4] kepada Jaksa Penuntut
Umum—menjadi dilema tersendiri ketika Implementasi Grand Strategi Polri
2005-2025[5] masih terlihat di bawah
aras. Penegakan hukum dirasa hanya flatus voice (kentut) belaka,
karena sedari dulu beberapa kasus di internal kepolisian masih saja menjadi
potret buram penegakan hukum di Indonesia. Pilhan masyarakat tak butuh orang
cerdas, tapi memiliki integritas dan janji akan kejujuran dalam penindakan
apapun. Biarkan hukum berjalan apa adanya, tanpa ada intervensi pihak
manapun, jika memang tidak terbukti dari Budi Gunawan dalam persidangan nanti
maka sangkaan terhadapnya sebagai pemilik rekening gendut, maka harus lakukan
sesuai yang ada. A confess in fault is
the respectable …..
*Salam Pecinta
Kesederhanaan
[1] Diakses pada tanggal 13 Januari 2015 pukul
20:28. http://www.kpk.go.id/id/berita/siaran-pers/2431-kpk-tetapkan-bg-kalemdikpol-tersangka
[3] Diakses pada tanggal 13 Januari 2015 pukul
20:28 http://nasional.kompas.com/read/2015/01/13/17024851/Kepada.Jokowi.Kepala.PPATK.Sudah.Jelaskan.Potensi.Kasus.Budi.Gunawan?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Khlwp
[4] Lihat Proses Pengawasan dan
Pengendalian Penyidikan dalam Himpunan Bujuklak, Bukuklap dan Bujukmin Proses
Penyidikan Tindak Pidana, (Jakarta: Tp, 2000), hal. 32
[5] Lihat Muhamad Daerobi, Antara Komjen Pol. Sutarman Dengan Grand Strategi Reformasi Kepolisian, lihat
lebih lengkap: http://hukum.kompasiana.com/2013/10/17/antara-komjen-pol-sutarman-dengan-grand-strategi-reformasi-kepolisian-599840.html
0 comments:
Post a Comment