Translate

Friday, 5 December 2014

Titik Kebahagian dan Keberhasilan Ditentukan Cara Berpikir Seseorang

Hidup memang terasa begitu cepat, tak terasa, persaingan pun kian hari menjadi-jadi. Sejak kecil orang tua mempersiapkan agar hidup anaknya bernasib lebih baik dari sebelumnya. Namun apa daya jika persiapan matang pun terkadang melesat jauh dari arah panah. Ya itulah hidup, respon kehidupan pun beragam, ada yang memaknai hidup sebagai perjuangan, ada juga sebagai jalan panjang, ada juga hidup itu untuk dijalani, ada juga yang memaknai sebagai hidup itu untuk dinikmati. Itulah ragam respon memaknai hidup. Seperti yang terjadi pada kita, suatu hari sepulang bekerja, tepatnya Rabu malam pukul 22.15 WIB terdengar dering Hp pribadi saya, seketika itu saya bergegas untuk melihat sebuah pesan, pesan tersebut berisi:

-Teman     : di mana mas? Mas saya ingin curhat sama mas, penting banget.”
-Saya          : saya di rumah, ada apa mas?
-Teman      : saya lagi bingung dengan masalah hidup saya, hidup saya sekarang serasa berbeda sekali, saya kehilangan makna hidup saya, dan hari demi hari seolah tak ada harapan lagi untuk hidup, saya harus bagaimana ya mas?

Setelah membaca pesan tersebut saya langsung bergegas mengajaknya ke suatu tempat dimana tempat untuk berbagi sharing tentang masalanya. Setelah pertemuan, saya menyimpulkan ada beberapa persoalan besar yang kurang lebih tentang persoalan makna hidup dan titik kebahagian. Benar seperti yang diungkapkan oleh Rachmat Ramadhana, di mana kondisi masyarakat sering terjebak pada ketertekanan.[1] Ketika menyimpulkan dari ungkapan curhatan teman saya, pikirannnya dipenuhi berbagai ketidakpuasan terhadap reaksi eksternal, seperti kondisi perekonomian menggila, kebijakan pemerintah tak merakyat dan faktor lainya—menjadi alasan kuat bahwa biang keladi kegagalannya merupakan rentetan darinya.
Memang disadari atau tidak, ketika kondisi normal tingkat kesadaran kita hilang akibat tekanan mental, saat itu pula kondisi abnormal seperti luapan emosi akan memaksa kita berhubungan dengan ketidakrasionalan. Jika kita mencermati pendapat William James seorang Psikolog kawakan, bahwa menurutnya, manusia dapat mengubah hidupnya dengan mengubah sikapnya. Baik sikap perkataan, pikiran maupun perbuatan harusnya sejalan dengan otoritas tingkat rasionalnya.
Rangsangkan mindset bergerak menuju spirit hidup bahagia menjadi faktor penting dalam mempengaruhi kehidupan kita. Ketika hati dan pikiran didominasi sesuatu keinginan, kita akan semakin terfokus pada hal tersebut. Hal ini akan melahirkan energi dan motivasi kuat yang mengarah kepada sesuatu apa yang diinginkan oleh kita. Mengutip pendapatnya Sigmund Freud, dorongan atau energi dari arah dalam diri ini tercipta karena adanya unconcius mind atau pikiran bawah sadar. Kekuatan bawah sadar inilah yang mendorong “inner power” atau kekuatan pikiran dari dalam diri untuk mewujudkan apa yang kita pikirkan.[2]
Coba kita lihat lebih dalam cara mindset menentukan kebahagian, menurut para ahli ada dua bentuk, yang pertama respon pikiran tetap (fixed mindset) dan yang kedua respon pikiran berkembang (growth mindset). Pikiran tetap selalu bermuara pada keberhasilan ditentukan dari rangkaian kualitas intelegensi tertentu, karakter moral tertentu dengan pertimbangan sisi IQ. Titik kebahagian dan keberhasilan menurut pola pemikiran tetap ini ditentukan dari rangkaian kecerdasan IQ. Berbeda dengan mindset berkembang, dimana mindset ini percaya titik kebahagian dan keberhasilan bukan ditentukan dari rangkaian pembelajaran dan uji test IQ, namun lebih percaya pada usaha-usaha yang diolah melalui rangkaian tertentu. Meskipun manusia mungkin berbeda  dalam hal bakat, kemampuan awal, minat atau temperamental.[3] Mereka percaya potensi seseorang tidak ditentukan dari bangku sekolah dengan nilai tertinggi, namun lebih menitik beratkan pada perlakuan dan banyaknya pengalaman.
Apakah kita tidak menyadari keberhasilan yang dilukiskan oleh Carol S. Dwek seperti Thomas Alva Edison, Beethoven, Darwin, Tolstoy mereka merupakan orang yang biasa saja. Keberhasilan mereka lebih ditentukan pada pemikiran berkemang (growth mindset), lebih jelas lagi salah seorang pemain Golf Ben Hogan sama sekali tidak bisa bermain golf awalnya, Fotografer Cindy Sherman yang masuk dalam daftar seniman terpenting abad kedua puluh telah mengalami kegagalan dalam menjadi kursus fotografi pertamanya. Begitu juga dengan Geraldine Page, salah seorang aktris terbesar, pernah dinasehati untuk berhenti manjadi aktris karena dianggap tidak memilki bakat.[4]
Nah sekarang coba rubahlah mindset kita, banyak bertarung dengan realita akan membuahkan hasil dari banyaknya pengalaman. Sekarang bukan lagi waktunya untuk memperdebatkan mana yang benar dan mana yang salah, namun cobalah sedkit membuka ruang pada mindset berkembang kita. Kepercayaan akan kualitas-kualitas yang dapat dikembangkan akan menciptakan semangat belajar lebih keras. Mengapa kita harus menyembunyikan kekurangan kita secara terus menerus, bukan saatnya lagi untuk buang waktu untuk terus berjalan pada arah panah dengan santai dan normal. Mengapa tak menumbuhkan banyak pengalaman dari banyaknya kegagalan, mengapa sampai saat ini kita lebih senang berada pada jalur mindset tetap dengan mengandalkan teman dan mitra yang selalu memuji dan mendukung harga diri kita, saatnya kita menantang sesuatu yang berbeda dari tracknya.
Kita merasa takut jika keluar dari track berbeda karena di depan mata seolah ada kegagalan besar menghampiri. Tak pernahkan kita membayangkan bahwa kegagalan paling abadi adalah kegagalan untuk memulai bertindak.[5] Dari sanalah kita banyak belajar, Syaikh Jarnuji pernah bilang gudang kebahagian terletak pada banyaknya kegagalan.

*Salam Kesederhanaan.





[1] Ringkasan dari Buku Rachmat Ramadhana al-Banjari, The Route of Happiness, (Yogyakarta: Diva Pres, 2009),  hal. 133
[2] Rachmat Ramadhana al-Banjari, The Route of Happiness, (Yogyakarta: Diva Pres, 2009),  hal. 133

[3] Carol S. Dwek, Change Your Mindset, Change Your Life, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2007), hal. 23
[4] Carol S. Dwek, Change Your Mindset, Change Your Life, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2007), hal. 24
[5] Andi Muzaki, Motivasi Net, hal. 40

0 comments:

Post a Comment