Hidup memang terasa begitu cepat, tak terasa, persaingan
pun kian hari menjadi-jadi. Sejak kecil orang tua mempersiapkan agar hidup
anaknya bernasib lebih baik dari sebelumnya. Namun apa daya jika persiapan
matang pun terkadang melesat jauh dari arah panah. Ya itulah hidup, respon
kehidupan pun beragam, ada yang memaknai hidup sebagai perjuangan, ada juga
sebagai jalan panjang, ada juga hidup itu untuk dijalani, ada juga yang
memaknai sebagai hidup itu untuk dinikmati. Itulah ragam respon memaknai hidup.
Seperti yang terjadi pada kita, suatu hari sepulang bekerja, tepatnya Rabu malam
pukul 22.15 WIB terdengar dering Hp pribadi saya, seketika itu saya bergegas untuk
melihat sebuah pesan, pesan tersebut berisi:
-Teman : di mana mas? Mas saya ingin curhat sama mas,
penting banget.”
-Saya : saya di rumah, ada apa mas?
-Teman : saya
lagi bingung dengan masalah hidup saya, hidup saya sekarang serasa berbeda
sekali, saya kehilangan makna hidup saya, dan hari demi hari seolah tak ada
harapan lagi untuk hidup, saya harus bagaimana ya mas?
Setelah membaca pesan tersebut saya langsung bergegas
mengajaknya ke suatu tempat dimana tempat untuk berbagi sharing tentang
masalanya. Setelah pertemuan, saya menyimpulkan ada beberapa persoalan besar
yang kurang lebih tentang persoalan makna hidup dan titik kebahagian. Benar
seperti yang diungkapkan oleh Rachmat Ramadhana, di mana kondisi masyarakat
sering terjebak pada ketertekanan.[1]
Ketika menyimpulkan dari ungkapan curhatan teman saya, pikirannnya dipenuhi
berbagai ketidakpuasan terhadap reaksi eksternal, seperti kondisi perekonomian
menggila, kebijakan pemerintah tak merakyat dan faktor lainya—menjadi alasan
kuat bahwa biang keladi kegagalannya merupakan rentetan darinya.
Memang disadari atau tidak, ketika kondisi normal
tingkat kesadaran kita hilang akibat tekanan mental, saat itu pula kondisi
abnormal seperti luapan emosi akan memaksa kita berhubungan dengan
ketidakrasionalan. Jika kita mencermati pendapat William James seorang Psikolog
kawakan, bahwa menurutnya, manusia dapat mengubah hidupnya dengan mengubah
sikapnya. Baik sikap perkataan, pikiran maupun perbuatan harusnya sejalan
dengan otoritas tingkat rasionalnya.
Rangsangkan mindset bergerak menuju spirit hidup bahagia
menjadi faktor penting dalam mempengaruhi kehidupan kita. Ketika hati dan
pikiran didominasi sesuatu keinginan, kita akan semakin terfokus pada hal
tersebut. Hal ini akan melahirkan energi dan motivasi kuat yang mengarah kepada
sesuatu apa yang diinginkan oleh kita. Mengutip pendapatnya Sigmund Freud,
dorongan atau energi dari arah dalam diri ini tercipta karena adanya unconcius
mind atau pikiran bawah sadar. Kekuatan bawah sadar inilah yang mendorong
“inner power” atau kekuatan pikiran dari dalam diri untuk mewujudkan apa yang
kita pikirkan.[2]
Coba kita lihat lebih dalam cara mindset menentukan
kebahagian, menurut para ahli ada dua bentuk, yang pertama respon pikiran tetap
(fixed mindset) dan yang kedua respon pikiran berkembang (growth
mindset). Pikiran tetap selalu bermuara pada keberhasilan ditentukan
dari rangkaian kualitas intelegensi tertentu, karakter moral tertentu dengan
pertimbangan sisi IQ. Titik kebahagian dan keberhasilan menurut pola pemikiran
tetap ini ditentukan dari rangkaian kecerdasan IQ. Berbeda dengan mindset
berkembang, dimana mindset ini percaya titik kebahagian dan keberhasilan bukan
ditentukan dari rangkaian pembelajaran dan uji test IQ, namun lebih percaya
pada usaha-usaha yang diolah melalui rangkaian tertentu. Meskipun manusia mungkin
berbeda dalam hal bakat, kemampuan awal,
minat atau temperamental.[3]
Mereka percaya potensi seseorang tidak ditentukan dari bangku sekolah dengan
nilai tertinggi, namun lebih menitik beratkan pada perlakuan dan banyaknya
pengalaman.
Apakah kita tidak menyadari keberhasilan yang
dilukiskan oleh Carol S. Dwek seperti Thomas Alva Edison, Beethoven, Darwin,
Tolstoy mereka merupakan orang yang biasa saja. Keberhasilan mereka lebih
ditentukan pada pemikiran berkemang (growth mindset), lebih jelas lagi
salah seorang pemain Golf Ben Hogan sama sekali tidak bisa bermain golf
awalnya, Fotografer Cindy Sherman yang masuk dalam daftar seniman terpenting
abad kedua puluh telah mengalami kegagalan dalam menjadi kursus fotografi
pertamanya. Begitu juga dengan Geraldine Page, salah seorang aktris terbesar,
pernah dinasehati untuk berhenti manjadi aktris karena dianggap tidak memilki
bakat.[4]
Nah sekarang coba rubahlah mindset kita, banyak bertarung
dengan realita akan membuahkan hasil dari banyaknya pengalaman. Sekarang bukan
lagi waktunya untuk memperdebatkan mana yang benar dan mana yang salah, namun
cobalah sedkit membuka ruang pada mindset berkembang kita. Kepercayaan akan kualitas-kualitas
yang dapat dikembangkan akan menciptakan semangat belajar lebih keras. Mengapa kita
harus menyembunyikan kekurangan kita secara terus menerus, bukan saatnya lagi untuk
buang waktu untuk terus berjalan pada arah panah dengan santai dan normal. Mengapa
tak menumbuhkan banyak pengalaman dari banyaknya kegagalan, mengapa sampai saat
ini kita lebih senang berada pada jalur mindset tetap dengan mengandalkan teman
dan mitra yang selalu memuji dan mendukung harga diri kita, saatnya kita
menantang sesuatu yang berbeda dari tracknya.
Kita merasa takut jika keluar dari track berbeda karena
di depan mata seolah ada kegagalan besar menghampiri. Tak pernahkan kita
membayangkan bahwa kegagalan paling abadi adalah kegagalan untuk memulai
bertindak.[5]
Dari sanalah kita banyak belajar, Syaikh Jarnuji pernah bilang gudang
kebahagian terletak pada banyaknya kegagalan.
*Salam Kesederhanaan.
[1]
Ringkasan dari Buku Rachmat
Ramadhana al-Banjari, The Route of Happiness, (Yogyakarta: Diva Pres,
2009), hal. 133
[2]
Rachmat Ramadhana al-Banjari, The
Route of Happiness, (Yogyakarta: Diva Pres, 2009), hal. 133
[3]
Carol S. Dwek, Change Your
Mindset, Change Your Life, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2007), hal. 23
[4]
Carol S. Dwek, Change Your
Mindset, Change Your Life, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2007), hal. 24
[5]
Andi Muzaki, Motivasi Net, hal.
40
0 comments:
Post a Comment