Translate

Friday, 10 April 2015

Biografi Ahmadinejad: Figur Tokoh Sederhana

Gambar AhmadinejaOleh Dina Y. Sulaeman


Siapa yang tidak kenal dengan Ahmadinejad, seorang tokoh pemimpin dunia yang religous dari Iran ini menjadi perhatian dunia ketika pemilihan presiden Juni 2005 dimenangkan olehnya. Ahmadinejad dikenal sebagai tokoh presiden tegas dan sederhana sekaligus kontroversial dari beberapa kebijakan serta kritik terhadap pihak yang menentangnya.

Ahmadinejad awalnya bukan siapa-siapa, nama Ahmadinejad baru muncul dan menjadi pembicaraan ketika ia berhasil menyingkirkan beberpa kandidat presiden, dan ia menjadi pemenang kedua setelah Rafsanjani. Karena tak satu pun kandidat memperoleh lebih dari 50% suara, putaran kedua pemilu pun kembali digelar. Saat itu, orang masih memandang Ahmadinejad sebalah mata. Selain itu juga Ahmadinejad dikenal dekat dengan seorang tokoh konservatif yaitu para mullah.

Jauh sebelum itu, siapa sih sebetulnya Ahmadinejad? Dari manakah dia berasal? Apa yang istimewa dari perjalanan biografinya—hingga saat ini masih didengung-dengungkan dengan sebutan mantan presiden yang cerdas dan sederhana.

Mahmud Ahmadinejad atau yang biasa disebut dengan Ahmadinejad saja, dilahirkan di daerah yang sepi dan terpencil yaitu Aradan, tepatnya pada 28 Oktober 1956. Sebetulnya nama asli dari Ahmadinejad sendiri berasal dari ketertarikan ayahnya (Ahmad Saborjihan) agar kelak namanya seperti artinya yaitu ras yang unggul, bijak dan paripurna. Sedangkan nama lamanya yaitu Mahmud Saborjihan, jika diartikan dalam bahasa persia berarti pelukis karpet. Dari kota kecil dan sepit ujung utara padang garam inilah lahir seorang pemimpin sederhana.

Ahmadinejad merupakan anak keempat dari ketujuh bersaudara. Ia dilahirkan dari keluarga sederhana, hingga pada akhirnya mempengaruhi pola aktivitasnya dalam menjalankan roda kepemimpinan sebagai presiden Iran kala itu. Bahkan seperti yang dikutip dalam buku Kasra Naji berjudul “Ahmadinejad: Kisah Rahasia Sang Pemimpin Radikal Iran”, menjelaskan bahwa rumah masa kanak-kanak pertama dari Ahmadinejad merupakan rumah kontrakan sederhana, seperti lantai berbahan bata dan turap dari lumpur. Bekas rumahnya tersebut itu digunakan oleh penghuni sekarang sebagai kandang ayam (Kasra Naji: Gramedia Pustaka Utama, 2009, h. 4).

Kehidupan ketika menjadi presiden pun tak jauh berbeda dari masa kanak-kananya. Rumah dinas yang dipakainya pun bukan rumah dinas dari pemberian fasilitas negara, tetapi rumah pribadi beserta istri dan ketiga anaknya. Sejak saat itulah rumah tersebut terasa sempit, karena selain ditinggali sang istri dan anaknya, tetapi rumah dari gang buntu tersebut dijadikan ruang kerja sang presiden. Rumah tersebut juga memiliki ruangan seluas 6 x 10 sebagai ruang tamu presiden. (Sayyid Maulana Khan, “Ahmadinejad The Lion from Aradan”: Mizan, 2007, h. 23)

Meski masa kecilnya serba kekurangan, namun tidak menyulutkan niat Ahmadinejad menjadi seorang yang cerdas sekaligus religous. Dalam bidang bahasa, ia menguasai empat bahasa sekaligus, yaitu Arab, Persia, Inggris dan Prancis. Ia juga lulusan dari sebuah Universitas Sains dan Teknologi Iran (IUST) dengan gelar doktor dalam bidang teknik dan perencanaan lalu lintas dan transportas. Ia pernah juga menjadi seorang guru ngaji atau buka kursus baca al-Qur;an, padahal dia tidak dilahirkan dari keluarga yang pandai baca al-Qur’an (Kasra Naji: Gramedia Pustaka Utama, 2009, h. 4-5).  

Jauh sebelum Ahmadinejad menjadi seorang pemimpin terkemuka, kehidupan sederhana Ahmadinejad sebetulnya diinsiprasi oleh sang ayah. Perjuangan hidupnya telah diperlihatkan sejak Ahmadinejad kecil. Pada tahun 1958 setelah kelahiran dua tahun Ahmadinejad, ayahnya membawa keluarga dari Aradan ke Narmak. Tujuannya sendiri tak lain agar kehidupan keluarga menjadi semakin membaik dengan mencari pekerjaan di sana. (Kasra Naji: Gramedia Pustaka Utama, 2009, h. 4-5).  

Dari daerah Narmak-lah ayah Ahmadinejad memulai kehidupan yang baru dan terencana. Di sanalah ayah Ahmadinejad membuka sebuah bengkel pandai besi. Hingga pada akhirnya, kerja keras sang ayah terbayarkan, karena bisa membeli sebuah rumah bata dengan dua lantai sederhana. Pada waktu itu Narmak menjadi daerah berkembang, suasananya tidak seperti ayah Ahmadinejad pindah pertama kali.

Berlanjut pada tahun berikutnya, sekitar tahun 1960-an, Ahmadinejad mulai bersekolah di Narmak, kira-kira bersamaan dengan stagnasi kisruh pemerintah dengan ulama Syiah di Qom. Selang beberapa tahun, terjadi pristiwa politik yang berujung pada revolusi Islam pada tahun 1979. Sebetulnya  Ayatullah R. Khomeni yang menjadi promotor pergerakan tersebut untuk melancarkan pertentangan kebijakan modern yang dilakukan oleh Shah. Yang pada akhirnya, satu dekade setelahnya menghantarkan Ahmadinejad menjadi seorang presiden revolusioner.

Beberapa catatan penting kesederhanaan dari Ahmadinejad yaitu ketika menjadi Walikota Taheran tahun 2005, ia juga sekaligus menjadi petugas kebersihan, tak jarang ia sering membersihkan kotoran diselokan, memagang sapu dan lain-lain—layaknya sebagai petugas kebersihhan dengan mengenakkan pakaian kebersihan. Jas yang digunakan untuk bekerja sebagai presiden pun ia beli di toko-toko negerinya sendiri. Berkisar harga 50-70 $. Begitu juga dengan sepatu yang dipakainya, berdasarkan pengakuan dari seorang teman dekatnya, sepatu yang dipakai oleh Ahmadinejad merupakan sepatu butut, bahkan ketika ia setelah 2-3 hari dari pemilu Presiden dengan kemenangannya, ia tetap saja memakai sepatu usang yang dipakainya sejak kuliah. Ahmadinejad juga dikenal seorang penikmat kurma yang murah (merk kurma Goerge W. Bush), berbeda dengan pemimpin-pemimpin lainnya. Bahkan ada yang lebih unik dari kesederhanaan Ahmadinejad yaitu jamuan mnimuman tamu presiden hanya limun, dan ketika menjadi walokota dilarang menyediakan pisang kepada tamunya, karena terlalu mahal menurutnya. Aktivitas kesederhanaan seorang pemimpij Ahmadinejad sangat banyak dan sulit digambarkan di sini, bahkan ia menjadi salah satu nominator World Mayor 2005 sebelum menjadi presiden pun.

Ada yang menarik dari nilai filosofi kesederhanaan Ahmadinejad yaitu: Saya lahir dari keluarga miskin di desa terpencil yang menganggap kemakmuran sama dengan kehormatan dan tinggal di kota besar sama dengan kemewahan duniawi. (Kasra Naji: Gramedia Pustaka Utama, 2009, h. 1).  Lanjut Ahmadinejad dalam buku lain: Kenapa saya harus merasakan kenyamanan kalau rakyat di sekitar saya merasa kepanasan. (Maulana Khan, “Ahmadinejad The Lion from Aradan”: Mizan, 2007, h. 21).


***Salam Kesederhanaan.....

0 comments:

Post a Comment