Gambar Ahmadinejad Oleh Dina Y. Sulaeman |
Siapa
yang tidak kenal dengan Ahmadinejad, seorang tokoh pemimpin dunia yang religous
dari Iran ini menjadi perhatian dunia ketika pemilihan presiden Juni 2005 dimenangkan
olehnya. Ahmadinejad dikenal sebagai tokoh presiden tegas dan sederhana sekaligus
kontroversial dari beberapa kebijakan serta kritik terhadap pihak yang
menentangnya.
Ahmadinejad
awalnya bukan siapa-siapa, nama Ahmadinejad baru muncul dan menjadi pembicaraan
ketika ia berhasil menyingkirkan beberpa kandidat presiden, dan ia menjadi
pemenang kedua setelah Rafsanjani. Karena tak satu pun kandidat memperoleh
lebih dari 50% suara, putaran kedua pemilu pun kembali digelar. Saat itu, orang
masih memandang Ahmadinejad sebalah mata. Selain itu juga Ahmadinejad dikenal
dekat dengan seorang tokoh konservatif yaitu para mullah.
Jauh sebelum itu, siapa sih sebetulnya Ahmadinejad? Dari manakah dia berasal? Apa yang
istimewa dari perjalanan biografinya—hingga saat ini masih didengung-dengungkan
dengan sebutan mantan presiden yang cerdas dan sederhana.
Mahmud Ahmadinejad atau yang biasa disebut dengan Ahmadinejad
saja, dilahirkan di daerah yang sepi dan terpencil yaitu Aradan, tepatnya pada 28
Oktober 1956. Sebetulnya nama asli dari Ahmadinejad sendiri berasal dari
ketertarikan ayahnya (Ahmad Saborjihan) agar kelak namanya seperti artinya yaitu
ras yang unggul, bijak dan paripurna. Sedangkan nama lamanya yaitu Mahmud Saborjihan,
jika diartikan dalam bahasa persia berarti pelukis karpet. Dari kota kecil dan
sepit ujung utara padang garam inilah lahir seorang pemimpin sederhana.
Ahmadinejad
merupakan anak keempat dari ketujuh bersaudara. Ia dilahirkan dari keluarga sederhana,
hingga pada akhirnya mempengaruhi pola aktivitasnya dalam menjalankan roda
kepemimpinan sebagai presiden Iran kala itu. Bahkan seperti yang dikutip dalam
buku Kasra Naji berjudul “Ahmadinejad: Kisah Rahasia Sang Pemimpin Radikal
Iran”, menjelaskan bahwa rumah masa kanak-kanak pertama dari Ahmadinejad
merupakan rumah kontrakan sederhana, seperti lantai berbahan bata dan turap
dari lumpur. Bekas rumahnya tersebut itu digunakan oleh penghuni sekarang
sebagai kandang ayam (Kasra Naji: Gramedia Pustaka Utama, 2009, h. 4).
Kehidupan
ketika menjadi presiden pun tak jauh berbeda dari masa kanak-kananya. Rumah
dinas yang dipakainya pun bukan rumah dinas dari pemberian fasilitas negara,
tetapi rumah pribadi beserta istri dan ketiga anaknya. Sejak saat itulah rumah
tersebut terasa sempit, karena selain ditinggali sang istri dan anaknya, tetapi
rumah dari gang buntu tersebut dijadikan ruang kerja sang presiden. Rumah tersebut
juga memiliki ruangan seluas 6 x 10 sebagai ruang tamu presiden. (Sayyid
Maulana Khan, “Ahmadinejad The Lion from Aradan”: Mizan, 2007, h. 23)
Meski masa
kecilnya serba kekurangan, namun tidak menyulutkan niat Ahmadinejad menjadi
seorang yang cerdas sekaligus religous. Dalam bidang bahasa, ia menguasai empat
bahasa sekaligus, yaitu Arab, Persia, Inggris dan Prancis. Ia juga lulusan dari
sebuah Universitas Sains dan Teknologi Iran (IUST) dengan gelar doktor dalam
bidang teknik dan perencanaan lalu lintas dan transportas. Ia pernah juga menjadi
seorang guru ngaji atau buka kursus baca al-Qur;an, padahal dia tidak
dilahirkan dari keluarga yang pandai baca al-Qur’an (Kasra Naji: Gramedia
Pustaka Utama, 2009, h. 4-5).
Jauh sebelum
Ahmadinejad menjadi seorang pemimpin terkemuka, kehidupan sederhana Ahmadinejad
sebetulnya diinsiprasi oleh sang ayah. Perjuangan hidupnya telah diperlihatkan
sejak Ahmadinejad kecil. Pada tahun 1958 setelah kelahiran dua tahun Ahmadinejad,
ayahnya membawa keluarga dari Aradan ke Narmak. Tujuannya sendiri tak lain agar
kehidupan keluarga menjadi semakin membaik dengan mencari pekerjaan di sana. (Kasra
Naji: Gramedia Pustaka Utama, 2009, h. 4-5).
Dari daerah
Narmak-lah ayah Ahmadinejad memulai kehidupan yang baru dan terencana. Di sanalah
ayah Ahmadinejad membuka sebuah bengkel pandai besi. Hingga pada akhirnya,
kerja keras sang ayah terbayarkan, karena bisa membeli sebuah rumah bata dengan
dua lantai sederhana. Pada waktu itu Narmak menjadi daerah berkembang, suasananya
tidak seperti ayah Ahmadinejad pindah pertama kali.
Berlanjut
pada tahun berikutnya, sekitar tahun 1960-an, Ahmadinejad mulai bersekolah di
Narmak, kira-kira bersamaan dengan stagnasi kisruh pemerintah dengan ulama Syiah
di Qom. Selang beberapa tahun, terjadi pristiwa politik yang berujung pada
revolusi Islam pada tahun 1979. Sebetulnya Ayatullah R. Khomeni yang menjadi promotor
pergerakan tersebut untuk melancarkan pertentangan kebijakan modern yang dilakukan
oleh Shah. Yang pada akhirnya, satu dekade setelahnya menghantarkan Ahmadinejad
menjadi seorang presiden revolusioner.
Beberapa catatan
penting kesederhanaan dari Ahmadinejad yaitu ketika menjadi Walikota Taheran
tahun 2005, ia juga sekaligus menjadi petugas kebersihan, tak jarang ia sering
membersihkan kotoran diselokan, memagang sapu dan lain-lain—layaknya sebagai
petugas kebersihhan dengan mengenakkan pakaian kebersihan. Jas yang digunakan
untuk bekerja sebagai presiden pun ia beli di toko-toko negerinya sendiri. Berkisar
harga 50-70 $. Begitu juga dengan sepatu yang dipakainya, berdasarkan pengakuan
dari seorang teman dekatnya, sepatu yang dipakai oleh Ahmadinejad merupakan
sepatu butut, bahkan ketika ia setelah 2-3 hari dari pemilu Presiden dengan
kemenangannya, ia tetap saja memakai sepatu usang yang dipakainya sejak kuliah.
Ahmadinejad juga dikenal seorang penikmat kurma yang murah (merk kurma Goerge
W. Bush), berbeda dengan pemimpin-pemimpin lainnya. Bahkan ada yang lebih unik
dari kesederhanaan Ahmadinejad yaitu jamuan mnimuman tamu presiden hanya limun,
dan ketika menjadi walokota dilarang menyediakan pisang kepada tamunya, karena
terlalu mahal menurutnya. Aktivitas kesederhanaan seorang pemimpij Ahmadinejad
sangat banyak dan sulit digambarkan di sini, bahkan ia menjadi salah satu
nominator World Mayor 2005 sebelum menjadi presiden pun.
Ada yang
menarik dari nilai filosofi kesederhanaan Ahmadinejad yaitu: Saya lahir dari
keluarga miskin di desa terpencil yang menganggap kemakmuran sama dengan
kehormatan dan tinggal di kota besar sama dengan kemewahan duniawi. (Kasra Naji:
Gramedia Pustaka Utama, 2009, h. 1). Lanjut
Ahmadinejad dalam buku lain: Kenapa saya harus merasakan kenyamanan kalau
rakyat di sekitar saya merasa kepanasan. (Maulana Khan, “Ahmadinejad The
Lion from Aradan”: Mizan, 2007, h. 21).
***Salam
Kesederhanaan.....
0 comments:
Post a Comment